TUAK LAKON, LELAKI MISTERIUS
TUAK LAKON, LELAKI MISTERIUS
Matahari bersinar dengan terik. Di angksa tidak ada awan yang menghalangi sinarnya. Langit biru terang dengan riang menjemput siang. Lelaki tua duduk membisu di tangga balai adat yang merupakan tempat bermusyawarahnya kaum adat, cadiak pandai dan alim ulama desa. Bangunan itu seolah telah menjadi kekuasaanya karena jarang dipergunakan oleh warga.
Warga desa terbiasa memanggilnya dengan Tuak Lakon, usianya sekitar 60 thn. Selalu berpakian hitam dengan kain sarung bermotif kotak kotak kecil, melingkar di leher. Kopiah BK lusuh menutup bagian kepalanya dengan rambut yang menipis
Aku pernah bertanya kepada orang tua desa perihal dirinya. Ada yang mengatakan kalau dia bersikap selalu diam dan menempati balai adat itu sejak kehilangan isteri dan anak gadis satu satunya.
Siang yang semakin bolong dia bersipegu dalam kebisuan yang kosong. Lelaki tua itu seakan masa bodoh pada hari yang sudah semakin jauh meninggi. Sejak kepergian istri dan anaknya, Tuak Lakon memang hobi duduk pada anak tangga balai adat ini. Mungkin dia belum dapat menerima kenyataan hidup yang menimpa keluarganya. Dia memilih banyak berdiam diri. Mungkin diam adalah cara yang paling bijak ketika kenyataan hidup tidak seperti harapannya. Kadang-kadang dia komat-kamit dengan kata-kata yang tidak jelas. Badai hebat sedang mengguncang sekujur tubuhnya. Jiwa sedang dihadapkan dengan gejolak yang meluap-luap.
Kini lelaki tua itu semakin uzur nasibnya. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, tersiram air panas. Hatinya mendidih dan perih. Keping demi keping jiwanya punah.
Lelaki tua itu remuk dalam amukan badai kehidupan. Dia tak mau bangkit dari singgasananya. Hujan kepedihan mengguyur dirinya dengan hebat. Sisa-sisa kepiluan menggenangi tubuhnya yang tak lagi kuat . Garis-garis keputusasaan jelas di sorot matanya. Hidupnya adalah kejatuhan demi kejatuhan. Baginya apa yang tak terkatakan, disudahi dengan diam. Itulah duka Tuak Lakon, lelaki misterius.
Jakarta 20 Desember 2021